Administrator

Administrator

Pranata Komputer Ahli Pertama

Kepada Yth.
Ketua Pengadilan Agama se Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Sulawesi Tenggara
Di -
Tempat
 
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
 
Dengan ini kami sampaikan surat Ketua Pengadilan Tinggi Agama Sulawesi Tenggara Nomor : W21-A8/224/HM.00/1/2021, tanggal 21 Januari 2021 perihal "Reviu Standar Operasional Prosedur Penyelesaian Perkara Pengadilan Agama".
Demikian, terima kasih.
 
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
 
Dokumen surat terlampir dibawah ini

Selamat dan Sukses
Atas dilantiknya Dr. H. Hasbi Hasan, M.H. sebagai Sekretaris Mahkamah Agung Republik Indonesia
Semoga Berkah, Amanah, dan Selalu diberikan Kesehatan.
Aamiin.

Kepada Yth.
Ketua Pengadilan Agama se Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Sulawesi Tenggara
Di -
Tempat
 
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
 
Dengan ini kami sampaikan dengan hormat surat Ketua Pengadilan Tinggi Agama Sulawesi Tenggara Nomor : W21-A/1339/HM.00/11/2020, tanggal 25 November 2020, perihal "Media Informasi Video Layanan Peradilan Agama Ramah Penyandang Disabilitas".
Demikian, terima kasih.
 
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
 
Untuk mendownload surat klik link dibawah ini 
Kepada Yth.
Ketua Pengadilan Agama se Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Sulawesi Tenggara
Di -
Tempat
 
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
 
Dengan ini kami sampaikan dengan hormat surat Ketua Pengadilan Tinggi Agama Sulawesi Tenggara Nomor : W21-A/1332/OT.01.1/11/2020, tanggal 23 November 2020, perihal "Permintaan Laporan Permasalahan Hukum dan Lainnya (Kepaniteraan dan Kesekretariatan)".
Demikian, terima kasih.
 
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
 
Untuk mendownload surat klik link dibawah ini 
Kepada Yth.
Ketua Pengadilan Agama se Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Sulawesi Tenggara
Di -
Tempat
 
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
 
Dengan ini kami sampaikan dengan hormat surat Ketua Pengadilan Tinggi Agama Sulawesi Tenggara Nomor : W21-A/1222/HM.00/X/2020, tanggal 22 Oktober 2020, perihal "Undangan Mengikuti Gelar Wicara Peluncuran Buku "WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah"".
Demikian, terima kasih.
 
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
 
Untuk mendownload surat klik link dibawah ini 

Kami segenap Keluarga Besar Pengadilan Tinggi Agama Sulawesi Tenggara mengucapkan Selamat Hari Anti Korupsi Sedunia Tahun 2020. Mari bersama-sama kita membangun tekad dan semangat dalam membangun budaya Anti Korupsi. Bersama kita menjaga integritas dan tetap Hijau Tanpa Korupsi.

Kepada Yth.
Ketua Pengadilan Agama se Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Sulawesi Tenggara
Di -
Tempat
 
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
 
Dengan ini kami sampaikan dengan hormat surat Ketua Pengadilan Tinggi Agama Sulawesi Tenggara Nomor : W21-A/1374/OT.01.1/12/2020, tanggal 8 Desember 2020, perihal "Pembinaan PNBP dan Persiapan Pelaksanaan Zona Integritas Tahun 2021".
Demikian, terima kasih.
 
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
 
Untuk mendownload surat klik link dibawah ini 

Sistem Hukum di Pengadilan Berbasis Agama

Oleh: M. Khusnul Khuluq, S.Sy., M.H.

(Hakim Pengadilan Agama Sungai Penuh, Jambi)

Email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Hukum Islam bukalah istilah yang populer dalam tradisi Islam awal. Ini adalah konsep yang sama sekali baru. Sehingga, ketika disebut kata hukum Islam, maka harus ditelisik lebih lanjut apa yang dimaksudkan istilah tersebut. Lantas, bagaimana cara kerja sistem hukum di peradilan berbasis agama dewasa ini?

Istilah hukum dewasa ini merujuk pada berbagai peraturan atau norma yang telah ada maupun yang sengaja dibuat untuk mengatur tingkah laku individu dalam suatu masyarakat. Dan itu ditegakkan oleh kekuasaan. Sedangkan istilah Islam merujuk pada agama Islam itu sendiri. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa Istilah hukum Islam merupakan peraturan legal-positif yang digali dari prinsip-prinsip Islam yang diberlakukan pada suatu masyarakat oleh kekuasaan.

Satu hal yang menjadi ciri hukum Islam adalah bahwa hukum Islam bersumber pada Islam itu sendiri, baik syariah maupun fikih. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa hukum Islam merujuk pada syariah dan atau fikih yang dipositifkan, sehingga bersifat mengikat bagi masyarakat.

Mengikat dalam konteks ini adalah bahwa, ada konsekuensi tertentu bagi yang tidak menjalankan. Dengan demikian, pengertian hukum Islam disini kiranya lebih dekat kepada qanun dalam pengertian Islam klasik. Meskipun kadang, juga merujuk pada syariah atau fikih.

Karakter dari pada qanun sarat akan muatan legal-positif. Sementara fiqih maupun syariah selalu berkutat pada wilayah etik sekaligus teologis metafisis. Karena pada qanun terdapat perangkat yang mengawalnya. Adapun syariah ataupun fiqih lebih syarat akan muatan etik.

Sebuah wilayah di Indonesia yang menerapkan qanun adalah Aceh. Dalam sistem hukum kontemporer dalam konteks nation state, qanun tersebut setara dengan peraturan daerah (Perda).

Dalam kasus ini, telah jelas bahwa itu adalah fiqih dan atau syariah yang telah mengalami positivisasi. Mereka yang berada dalam wilayah tersebut terikat dengan qanun tersebut. Meskipun dalam beberapa kasus, qanun tersebut terus dipersoalkan karena dianggap diskriminatif.

Banyak kalangan yang mempersoalkan qanun di Aceh. Para aktifis HAM banyak yang mengecam dalam kaitannya dengan hudud dan sejenisnya. Bahkan qanun Aceh ini biasanya disebut perda bernuansa agama atau bahkan perda diskriminatif.

Terlepas dari persoalan tersebut, ulasan ini hendak memberi ilustrasi tentang hukum Islam. Contoh selain qanun Aceh adalah Kompilasi Hukum Islam (KHI). KHI merupakan akumulasi fikih yang telah mengalami positivisasi sebagaimana qanun. 

Hukum Islam dalam pengertian qanun maupun KHI diterapkan dengan basis kepercayaan. Umat Islam percaya bahwa hukum Allah adalah hukum yang benar. Karena itu hukum tersebut harus diterapkan. Ada beberapa ayat yang biasanya dipakai sebagai argumen dalam hal ini. Misalnya, dalam Al-Quran surat  Al Maidah ayat 44 yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (Q.S. Al Maidah: 44)

Begitu juga Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 45 yang Artinya: “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim” (Q.S Al-Maidah: 45)

Juga Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 47 yang artinya: “Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah didalamnya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik” (Q.S. Al Maidah: 47)

Ketiga ayat di atas saya kutip secara keseluruhan untuk memberikan gambaran yang jelas. Ketiga ayat itulah, dan juga masih banyak ayat sejenis ini, yang biasanya digunakan oleh beberapa kalangan untuk bersikeras bahwa manusia harus memakai hukum Allah. Namun, bisakah dipastikan apa yang dimaksud hukum Allah tersebut?

Apa yang dianggap sebagai hukum Allah pengertiannya sangat bias. Bahkan jika yang dimaksud adalah Al-Quran dan Sunnah (hadits), itu tentu telah bersentuhan dengan berbagai subyektifitas, metodologi, pemahaman, ideologi, bias kepentingan, latar sosiokultural, dan lain sebagainya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Inilah yang disebut oleh Jaseer Auda dengan interest and competent worldview. Jika iya, maka di era dewasa ini, tentu membutuhkan kajian yang lebih mendalam dan berbagai pendekatan baru terhadap ketentuan-ketentuan dalam kedua sumber tersebut sebelum diberlakukan.

Persoalan lain yang cukup signifikan untuk didiskusikan di sini adalah bahwa dalam konsep hukum Islam, terdapat dua tradisi yang saling bertentangan. Yakni tradisi teologis-metafisis dan tradisi positivisme.

Pertama, tradisi teologis-metafisis. Paradigma atau tabiat dari Islam bersifat teologis sekaligus metafisis. Artinya kita diajak untuk membayangkan dalam pikiran kita bagaimana Tuhan sedang berbicara. Kemudian kita mencerna sabda tersebut untuk kemudian diucapkan ulang. Ini adalah persoalan teologi.

Persoalan teologi adalah persoalan kebebasan pikiran. Persoalan teologi adalah persoalan kekuatan argumentasi. Artinya, secara teologis, orang boleh mengajukan diskursus apapun dengan berbagai argumen mereka masing-masing. Inilah tradisi Islam awal. Sehingga pada Islam awal, apa yang disebut hukum adalah apa yang diucapkan Nabi. Al hukmu fii lisaani An-Nabi.

Pada masa berikutnya. Hukum berada di lisan para ulama. Itulah mengapa kita akan menemui berbagai pendapat yang sangat variatif tentang satu persoalan. Inilah yang kemudian disebut dengan istilah khilafiyah. Dalam tradisi yang demikian, setiap orang boleh mengajukan diskursus teologis dengan berbagai argumentasi mereka. Karena teologi adalah persoalan argumen. Argumentasi berada dalam pikiran. Pikiran adalah tempatnya kebebasan. Kita tidak dapat melarang orang untuk memikirkan atau tidak memikirkan suatu hal. Itulah faktanya.

Mungkin, akan ada yang menyangkal bahwa teologi dalam Islam harus memenuhi standar tertentu. Namun, diakui atau tidak, disengaja atau tidak, tabiat pikiran adalah kebebasan. Itulah mengapa sah-sah saja para ulama berbeda pendapat bahkan hanya karena perbedaan penafsiran satu bentuk kata saja dalam Al-Quran, akan dapat menuai banyak perbedaan pendapat. Ini biasa saja.

Kedua, tentang filsafat positivisme. Apa yang disebut hukum dewasa ini tidak lepas dari pengaruh filsafat positivisme ala Auguste Comte. Seorang filsuf berkebangsaan Prancis. Apa itu positivisme? Dalam perspektif Comte, positivisme artinya memotong aspek teologis-metafisis dari sebuah diskursus. Sehingga yang tersisa adalah aspek positif dari diskursus tersebut. Itulah yang kemudian berpengaruh pada paradigma hukum dewasa ini.

Tradisi ini berbanding terbalik dengan tradisi pertama. Yakni tradisi teologi-metafisis dalam Islam. Yang dikehendaki dari tradisi positivisme adalah kepastian. Sementara itu, teologi dan metafisis adalah ketidakpastian. Di sini kontradiksinya.

Bagaimana dengan hukum Islam yang telah mengalami positivisasi? Kembali pada Comte. Positivisasi artinya memotong aspek teologis-metafisis dari sebuah diskursus. Sehingga yang tersisa adalah aspek positifnya.

Hal ini mungkin memberi konsekuensi yang cukup serius terhadap hukum Islam yang telah mengalami positivisasi. Sebut saja qanun atau juga KHI dan sejenisnya. Kita tidak bisa membawa diskursus teologis-metafisis untuk membicarakan satu pasalpun dalam qanun atau KHI. Karena aspek metafisi-teologisnya telah dipotong.

Dalam konteks positivisme hukum, seseorang tidak bisa menafsirkan suatu pasalpun secara teologis ataupun metafisis. Jika itu dilakukan, yang terjadi justru kemunduran jika bukan kekacauan. Artinya, jika kita membicarakan qisas atau hudud dalam qanun misalnya, itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan Tuhan. Begitu juga syarat-syarat perkawinan dalam KHI misalnya, juga tidak ada kaitanya dengan Tuhan. Dan seterusnya. Itulah konsekuensiya.

Positivisasi hukum Islam juga berdampak pada cara kerja para praktisi hukum Islam. Dalam dunia peradilan berbasis agama misalnya, para hakim mesti dituntut untuk bekerja dengan paradigma positifistik. Artinya, untuk mengajukan suatu diskursus, seorang hakim musti ditagih argumen positifnya. Mereka akan ditanya pasal berapa dan dalam regulasi mana pasal yang digunakan. Bukan bagaimana pandangan Tuhan tentang hal itu. Meskipun, pikiran-pikiraan teologis-metafisis dalam pikiran mereka itu ada. []

Hari-hari ini, kultur Kerinci, utamanya soal penurunan harta ini tampaknya sudah mulai melunak. Memang, para pemangku adat jelas memegang teguh adat yang berlaku. Tapi, sudah mulai tumbuh kesadaran baru. Yang sedikit-demi sedikit justru menginfiltrasi adat.

Sistem adat itu, sudah mulai terbentur dengan hukum yang beraku. Sebagaimana yang saya sebutkan di atas. Mulai sering, atau paling tidak mulai muncul, suara-suara yang menggugat sistem adat itu. Bahkan penggugatan secara hukum dengan mengajukan gugatan harta waris di pengadilan agama. Jadi, terjadi semacam infiltrasi. Terhadap tradisi tersebut.

Kita bisa saksikan di situ. Ada semacam paradoks. Secara adat, peninggalan jatuh ke keturunan perempuan. Namun, berdasarkan regulasi positivistik, laki-laki juga seharusnya mendapat bagian. Gugatan seperti ini sudah mulai ramai.

Kemudian, pada praktiknya, terutama hari-hari ini, sudah tidak sekaku yang kita pikirkan. Walaupun praktiknya masih banyak. Memang, pemangku adat jelas bersikukuh dengan tradisi itu. Ini tugas mereka. Namun, di lapangan, juga kerap kali ditemukan penerima tahta memberikan harta turunan itu sekian bagian untuk laki-laki. Artinya, tidak salah jika dikatakan bahwa kultur tersebut sudah mulai mencair. []

Pusaka Tinggi Dalam Hukum Adat Kerinci

Oleh: M. Khusnul Khuluq, S.Sy., M.H.

(Hakim Pengadilan Agama Sungai Penuh, Jambi)

Email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Hukum adat dalam konteks tertentu menjadi pertimbangan yang cukup signifikan. Utamanya, ketika hukum adat itu sendiri merepresentasikan keadilan.  

Kerinci, sebagai sebuah wilayah eksklusif, memiliki konsep sendiri tentang pusaka tinggi. Berbeda dengan konsep pusaka tinggi pada umumnya. Yang kerap kali merujuk pada kebudayaan Minangkabau atau kultur adat Jambi.

Ulasan singkat ini hendak menyuguhkan suatu potret tentang hukum adat di Kerinci. Salah satu wilayah di pulau Sumatra. Dalam konteks kebendaan. Yang menurut saya cukup progresif dan tentu unik. Yang disebut pusaka tinggi.

Sekepal Tanah Surga

Sekepal tanah surga. Kalimat itu yang akan kita temui. Saat tiba di bandar udara Depati Parbo, Kerinci. Satu-satunya bandar udara di wilayah ini.

Kabupaten Kerinci. Dikenal sebagai daerah wisata utama di Provinsi Jambi. Mendengar kata Kerinci, kita lebih akrab sebagai nama gunung. Gunung yang menjadi salah satu ikon di pulau Sumatra itu. Gunung berapi tertinggi di Asia Tenggara itu. Gunung yang tak pernah sepi pendaki itu. Ya, Kabupaten Kerinci berada di lereng gunung Kerinci itu.

Satu paket dengan gunung Kerinci adalah danau Kerinci. Salah satu paket destinasi wisata di Kerinci. Ketika hendak landing di bandara Kerinci, mata kita akan dimanjakan dengan permukaan danau itu. Begitu menawan. Pesawat seakan-akan berputar-putar di atasnya. Sebuah pemandangan yang membuat mata tak bisa berkedip.   

Sebagai daerah wisata, masih banyak destinasi wisata lain. Selain gunung Kerinci dan danau Kerinci. Saya sendiri punya segulung daftar destinasi wisata di wilayah ini. Yang harus saya cicil untuk dikunjungi.  

Kerinci adalah sebuah kabupaten. Yang kini secara administratif menjadi bagian dari provinsi Jambi. Lebih tepatnya di ujung barat provinsi Jambi.

Karena letaknya di ujung itu, lembah penghasil teh dan kayu manis itu diapit oleh dua provinsi tetangganya. Yakni, sebelah utara dan barat berbatasan langsung dengan provinsi Sumatra Barat. Sementara itu, sebelah selatan berbatasan langsung dengan Provinsi Bengkulu.

Tahun 2008, Kota Madya Kabupaten ini secara administratif berubah menjadi Kota Sungai Penuh. Sehingga pusat pemerintahan harus pindah.   

Salah satu yang menarik adalah, bahwa wilayah ini dikelilingi perbukitan. Penduduk setempat mengibaratkan tempat ini seperti kuali. Atau sebuah cekungan raksasa. Dan para penduduk itu tinggal di tengah cekungan itu. Saya menyebutnya setengah terisolasi. Karena wilayah ini dikelilingi oleh perbukitan. Tidak banyak akses masuk ke wilayah ini.

Salah satu yang patut dicatat adalah alamnya yang begitu indah. Perbukitan pohon pinus. Airnya yang jernih. Suasana yang sejuk. Utamanya di pagi hari. Maka, tidak berlebihan jika sekepal tanah surga menjadi selogan tempat ini.

Sistem Sosial dan Porsi Hak Waris

Berbicara soal pusaka tinggi, kita akan membicarakan sistem penurunan kebendaan berbasis gender. Karena itu, penting untuk memahami dua paham dalam sistem sosial berbasis gender. Kita akan lihat secara singkat dua sistem itu.

Dalam sistem sosial berbasis gender, kita mengenal istilah patriarkisme dan matriarkisme. Seecara sederhana, patriarkisme adalah sistem di mana laki-laki punya kuasa yang lebih atas perempuan. Sebaliknya, matriarkisme adalah sistem di mana perempuan punya posisi yang lebih dominan.

Sistem sosial seperti ini, sedikit banyak berpengaruh pada sistem penurunan kebendaan atau juga kewarisan. Di mana, dalam paham patriarkisme, laki-laki mendapat porsi yang lebih besar. Sebaliknya, dalam kultur matriarkisme perempuan mendapat porsi yang lebih. Artinya, paham sistem sosial yang dianut suatu masyarakat sedikit banyak mempengaruhi porsi terhadap harta waris.

Pusaka Tinggi Dalam Adat Kerinci

Cukup menarik untuk dicatat. Bahwa sistem penurunan harta di negeri lembah itu punya ciri tersendiri. Bahwa berdasarkan adat di Kerinci, penurunan harta kekayaan diberikan pada anak perempuan. Apakah itu tanah sawah, ladang, kebun, rumah, dan seterusnya.

Ya, seorang laki-laki tidak dapat menerima harta peninggalan. Harta peninggalan selalu diberikan atau jatuh pada perempuan. Apakah itu berupa sawah, kebun, ladang, dan seterusnya. Harta peninggalan sepenuhnya diturunkan pada anak perempuan. Jadi anak perempuan sebagai penerima harta peniggalan. Dia yang berhak menguasai harta peniggalan.

Adapun yang wajib dikeluarkan oleh penerima peninggalan adalah operasional pengkuburan mendiang. Begitu juga jika ada rumah utama bocor (kerusakan). Ini harus ditanggung biayanya oleh penerima harta.

Adapun anak laki-laki, jika tidak diberi, tidak diperkenankan secara adat untuk menuntut. Jika diberi, ini semata-mata karena kebaikan anak perempuan sebagai menerus tahta. Ini sepenuhnya inisiatif penerima tahta. Dia harus legowo menerima pemberian dari penerima harta peninggalan berapapun besarannya. Bahkan jika tidak diberi juga harus ikhlas.

Konsep dasarnya dalam sistem adat Kerinci adalah.  bahwa hak penurunan harta peninggalan jatuh pada perempuan. Adapun tugas laki-laki adalah menjaganya. Laki-laki hanya menjaga. Jadi, laki-laki tidak punya hak memiliki atau menguasai harta peninggalan. Namun, dia harus menjaga harta itu.

Mereka tidak menyebut hal seperti ini sebagai sistem waris. Namun mereka menyebut harta peninggalan mendiang sebagai pusaka tinggi. Tidak dapat dibagi-bagi sebagaimana harta waris.

Sistem tersebut adalah salah satu faktor. Mengapa akhir-akhir ini tidak sedikit ahli waris laki-laki menuntut harta waris yang telah dikuasai ahli waris perempuan.

Jadi, pusaka tinggi dalam kebudayaan adat Kerinci adalah harta yang diturunkan berdasarkan garis keturunan perempuan. Dengan statusnya sebagai pusaka tinggi, maka, laki-laki harus menjaga. Jadi, pusaka tinggi adalah harta yang diturunkan berdasarkan garis keturunan perempuan.

Pusaka Tinggi Kerinci dan Hukum Islam

Tokoh di Kerinci selalu mengajukan slogan “adat berdasarkan syariat, syariat berdasarkan kitab Allah”. Namun, dari fakta yang muncul. Tampak. Bahwa adat yang dipegang teguh itu sebetulnya sudah terputus dari akarnya. Yaitu syariat. Apa lagi kitab Allah.

Bahwa Islam menghendaki pembagian waris secara berimbang. Dua berbanding satu. Untuk laki-laki dan perempuan. Berdasarkan beban tanggung jawab. Dengan asumsi, di mana dalam konteks turunya ayat itu, laki-laki memegang tanggung jawab lebih besar. Artinya, Islam menghendaki pembagian yang berimbang antara laki-laki dan perempuan.

Di dalam sebuah kultur, dimana beban tanggung jawab ditanggung bersama, maka jelas tidak masalah pembagian waris berdasarkan porsi satu berbanding satu. Ya, itu pembagian yang berimbang.

Atau dengan cara lain. Yaitu ketika masing-masing sudah mengetahui bagiannya, maka harta waris dibagi berdasarkan porsi yang berimbang. Tidak ada masalah dengan itu.

Satu pertanyaan. Apakah konsep pusaka tinggi Kerinci itu untuk merepresentasikan pembagian yang berimbang? Karena suatu hal mungkin iya. Sampai ulasan ini saya buat, saya belum dapat mengafirmasinya. Masih butuh bayak data untuk memastikan. Mungkin nanti akan saya ulas lebih lanjut dalam tulisan lain.

Adat Kerinci dan Infiltrasi Sistem Modern

Hari-hari ini, kultur Kerinci, utamanya soal penurunan harta ini tampaknya sudah mulai melunak. Memang, para pemangku adat jelas memegang teguh adat yang berlaku. Tapi, sudah mulai tumbuh kesadaran baru. Yang sedikit-demi sedikit justru menginfiltrasi adat.

Sistem adat itu, sudah mulai terbentur dengan hukum yang beraku. Sebagaimana yang saya sebutkan di atas. Mulai sering, atau paling tidak mulai muncul, suara-suara yang menggugat sistem adat itu. Bahkan penggugatan secara hukum dengan mengajukan gugatan harta waris di pengadilan agama. Jadi, terjadi semacam infiltrasi. Terhadap tradisi tersebut.

Kita bisa saksikan di situ. Ada semacam paradoks. Secara adat, peninggalan jatuh ke keturunan perempuan. Namun, berdasarkan regulasi positivistik, laki-laki juga seharusnya mendapat bagian. Gugatan seperti ini sudah mulai ramai.

Kemudian, pada praktiknya, terutama hari-hari ini, sudah tidak sekaku yang kita pikirkan. Walaupun praktiknya masih banyak. Memang, pemangku adat jelas bersikukuh dengan tradisi itu. Ini tugas mereka. Namun, di lapangan, juga kerap kali ditemukan penerima tahta memberikan harta turunan itu sekian bagian untuk laki-laki. Artinya, tidak salah jika dikatakan bahwa kultur tersebut sudah mulai mencair. []

Agenda PTA Kendari

Sen Sel Rab Kam Jum Sab Min
1
4
5
6
9
10
12
13
14
15
18
19
20
22
24
25
27
28
29
30

Statistik Pengunjung

Hari ini725
Kemarin14939
Minggu ini67882
Bulan ini319888
Total1615584

Info Pengunjung
  • IP: 216.73.216.187
  • Browser: Unknown
  • Browser Version:
  • Operating System: Unknown

Online
8
Online

29 Jun 2025
Selamat Datang di Website Resmi Pengadilan Tinggi Agama Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Jam Pelayanan Senin-Kamis : 08.00-16.30 WITA, Jum'at : 07.30-16.30 WITA. Kami telah mendeklarasikan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani. Jika menemukan suatu pelanggaran, silakan laporkan melalui layanan kontak yang tertera di website ini